Sirup (pngtree.com) |
Sirup (dari Bahasa Arab شراب sharab, minuman) adalah cairan yang kental dan memiliki kadar gula terlarut yang tinggi, namun hampir tidak memiliki kecenderungan untuk mengendapkan kristal. Viskositas (kekentalan) sirup disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (OH) pada molekul gula terlarut dengan molekul air yang melarutkannya. Secara teknik maupun dalam dunia ilmiah, istilah sirup juga sering digunakan untuk menyebut cairan kental, umumnya residu, yang mengandung zat terlarut selain gula. – Wikipedia.
Ramadan dan sirup, dua kata yang tak terpisahkan, dan saling melengkapi. Kok bisa? Tentu saja bisa, karena ulah iklan di televisi yang sukses menanamkan doktrin demikian ini.
Iseng-iseng, kemarin sengaja bikin survei kecil-kecilan di media sosial. Saat saya bertanya pada kawan-kawan melalui facebook dan whatsapp, “Apa yang terlintas dalam benak Emak ketika mendengar kata 'sirup’?”. Dan jawaban mereka, mayoritas adalah, “Ramadan, puasa”. See, nyata kan?
Padahal kalau dipikir-pikir, apa hubungannya coba? Tidak ada sebab musabab ilmiahnya. Jelas ini semua karena ulah 'pengiklan’ yang sukses dalam memasarkan produknya.
Sudah menjadi rahasia umum, di Indonesia ada satu merk 'sirup’ yang melekat dalam benak karena kehadirannya yang memukau setiap menjelang Ramadan tiba. Mereka mengemas dengan tema ramadan berbalut seni tradisional Indonesia yang berbeda setiap tahunnya. Bagaimana orang tidak akan terpesona karena iklannya yang begitu 'berbeda’ dan istimewa?
Tak hanya berhenti di situ. Kesuksesan mereka semakin paripurna karena tepat dengan momennya. Entah bagaimana ceritanya, iklan 'sirup’ yang sehari-hari biasa saja, jika muncul di bulan Ramadan sukses membuat kita terpukau dengan kehadirannya. Hanya dengan melihat sekali saja melalui layar televisi, kala siang hari, kesegarannya bisa tertanam dalam benak dan tak mau pergi. Alhasil, berbondong-bondonglah para emak untuk bisa menghadirkan kesegaran yang sama kala magrib tiba. Meski pada kenyataannya, apa yang nampak di televisi dan di rumah sendiri tak sepenuhnya sama. 😁
Terlepas dari semarak ramadan yang ikut mendongkrak popularitas dan penjualan produk 'sirup’, malam ini saya dibuat tertegun dengan sebuah kisah tentang 'sirup’ dan Bunda Khadijah.
Muhammad Teladanku Jilid 4 |
Seperti malam-malam biasanya, 'berkisah’ menjadi rutinitas saya dan Kiya menjelang waktu tidur tiba. Malam ini sampailah kami pada kisah 'Amul Huzni (Tahun Kesedihan) yang bertepatan dengan tahun sepuluh kenabian. Tahun kesedihan adalah tahun ketika Rasulullah saw ditinggal wafat oleh dua orang yang sangat beliau cintai, yaitu Abu Thalib dan Bunda Khadijah.
Yang lebih menyedihkan, karena wafat keduanya dalam waktu yang hampir bersamaan. Bunda Khadijah wafat, beberapa hari setelah wafatnya sang paman paling setia. Dalam beberapa hari saja, Rasulullah saw kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya : paman yang mengasuh dan selalu menjadi pelindungnya, serta istri sholehah yang setia mendampinginya dalam suka dan duka. Tentulah, saat itu semua kegembiraan di hati Rasulullah saw seolah-olah pudar. Dalam kisah disebutkan, saat Rasulullah saw tertunduk di samping pusara Bunda Khadijah, air mata beliau mengalir tanpa tertahan.
Sungguh … duka yang mendalam dan menyisakan kenangan tak terlupakan. Kenangan akan Bunda Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah saw hingga beliau wafat. Salah satu kenangan yang tak terlupakan itu adalah saat pernikahan.
.
Rasulullah saw ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Pernikahan Rasulullah saw dengan Bunda Khadijah, menjadi satu-satunya pernikahan yang dipenuhi berkah surga dan berkah dunia sekaligus. MasyaAllah.
Saat pernikahan itu, Bunda Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab saat itu hanya mengenal air putih, tetapi dalam walimah pernikahan Rasulullah saw dan Bunda Khadijah, para tamu yang datang disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar. MasyaAllah … barangkali inilah cikal bakal dikenalnya sirup ke seluruh penjuru negeri hingga saat ini. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Tak hanya suguhan yang istimewa yang diberikannya. Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Bunda Khadijah. Bunda Khadijah juga memberikan beberapa keping emas, dan perak, serta pakaian kepada orang-orang miskin. Sedangkan untuk para janda, Bunda Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. MasyaAllah.
Tak henti-hentinya saya dan Kiya merasa takjub dengan kemurahan hati Bunda Khadijah. Maka bukan sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa, 'Bunda Khadijah adalah ratu di surga’. Setiap kali membaca kisah nabi Saw dan keluarganya, rasanya diri ini terkena tamparan berkali-kali. Mereka, orang-orang yang telah dijamin kemuliaannya di surga, semasa hidupnya penuh dengan kebajikan. Sementara kita, yang masih belum cukup bekal ini, sudah merasa sombong ketika baru berbuat setitik kebaikan saja. Astaghfirullah.
“Ibu … Kiya mau di surga, seperti Bunda Khadijah.” celetuk Kiya mengagetkan saya, usai membacakan kisah Bunda Khadijah padanya. Aamiin. InsyaAllah ya sayang. Semoga kita bisa meneladani semua sifat dan sikap nabi beserta Bunda Khadijah, hingga kelak bisa bertemu dengan beliau di surga-Nya Allah swt.
___
#RumbelLiterasiMedia #GratitudeJournal #SirahNabi
Posting Komentar
Posting Komentar