Melatih Kemandirian Day 7 |
Setiap hari, setiap jam orang tua sedang membentuk kebiasaan-kebiasaan dalam diri anak-anak mereka, entah secara pasif ataupun aktif, yang akan menentukan seperti apa karakter dan perilaku mereka. (Vol. 1, hlm. 118). Membentuk kebiasaan secara pasif kita lakukan lewat teladan kehidupan kita sehari, sementara membentuk secara aktif kita kerjakan lewat disiplin. (Ellen, 2016)
Sudah menjadi kebiasaan kami, untuk membeli barang-barang dalam jumlah sedikit dan mudah diingat kami latihkan ke Kiya. Bukan sebuah kesengajaan apalagi pemaksaan.
Semua berawal dari keinginan Kiya sendiri ketika ingin membeli susu kotak yang diinginkan, sementara ibu masih ada kerjaan. Ia memohon untuk diberi kepercayaan membeli sendiri ke warung. Tentu saja ibu was-was, tetapi karena Kiya meyakinkan bahwa ia akan hati-hati, berjalan di sebelah kiri, tidak lari, dan sebelum menyeberang akan tengok kanan-kiri, Ibu pun luluh. Masih dalam pengawasan dari jarak jauh tentunya.
Hasilnya, semakin ke sini makin berani dan selalu berinisiatif untuk membantu ibu berbelanja ke warung. Senjata utamanya dengan mengatakan, “Kiya pengen bantuin Ibu. Kan anak sholehah, itu selalu membantu Ibu. Kiya pengen jadi anak sholehah, pengen ke surga, jadi boleh bantuin Ibu, ya?”
Meski ibu tahu betul, dibalik itu ada keinginan untuk membeli jajan. Kalimat tersebut benar-benar menyejukkan jiwa, semoga Allah selalu menjaga niat baikmu itu ya sayang.
Pada hari ketujuh tantangan melatih kemandirian kali ini, Kiya kembali belajar berbelanja sendiri ke warung. Jelang makan siang, Mbah minta tolong ke ayah untuk membelikan kerupuk di warung. Ayah pun meminta tolong pada Kiya, yang langsung disambutnya dengan bahagia.
Sebelum berangkat, ayah memberikan uang 20.000 rupiah, dan memberi instruksi pada Kiya untuk membeli dua bungkus kerupuk seharga 5000an. Ia pun boleh membeli jajan yang diinginkan selama itu makanan yang biasa kami perbolehkan, dan dalam jumlah tak banyak.
Beberapa saat kemudian Kiya pulang dengan barang belanjaan di tangan. Kedua tangannya mendekap beberapa barang,tetapi tak satu bungkus pun kerupuk di tangan.
“Lho, kerupuknya mana?” tanya si ayah.
“Oiya, Kiya lupa,” jawabnya sambil tersenyum malu sekaligus merasa bersalah.
Begitu dicek, justru sebungkus rokok dan beberapa bungkus jajan yang ia bawa pulang. Hahaa … entah bagaimana ceritanya ia bisa membeli rokok, barangkali yang ada dalam ingatannya hanya sosok ayahnya yang suka merokok. Padahal belum sekalipun ayah pernah memintanya untuk membeli rokok. đŸ˜„
Alih-alih memarahi, ayahnya justru tertawa mendapati kelakuan menggemaskan anaknya. Alhasil, si ayah pun ikut mengantar Kiya kembali ke warung dan menukar barang belanjaan.
Dalam setiap usaha tak selamanya akan berjalan mulus dan sesuai harapan. Begitu pun dalam belajar, ada kalanya kita salah mendengar atau lupa yang benar. Tak mengapa ya sayang, kita belajar dari pengalaman. Terima kasih, atas usaha dan kemandirianmu hari ini. Engkau selalu menginspirasi. đŸ˜‡đŸ˜˜
***
Sumber referensi :
Kristi, Ellen. 2016. Cinta yang Berpikir : Sebuah Manual Pendidikan Karakter Charlotte Masson. Semarang : Ein Institute.
___
#Harike-7
#Tantangan10Hari
#GameLevel2
#KuliahBundaSayang
#MelatihKemandirian
#InstitutIbuProfesional
#Tantangan10Hari
#GameLevel2
#KuliahBundaSayang
#MelatihKemandirian
#InstitutIbuProfesional
#komunitasonedayonepost
#ODOPBatch6
Posting Komentar
Posting Komentar